Selasa, 24 Maret 2015

Stratifikasi

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
      Guru memegang peranan penting dalam mencapai tujuan pendidikan. Kualitas guru merupakan salah satu penentu utama dalam kualitas pendidikan. Dalam hal ini Pemerintah menerbitkan Undang-undang Guru dan Dosen tahun 2005 yang mencakup kompetensi guru. Setiap guru wajib memiliki dan mengembangkan kompetensi-kompetensi tersebut yang meliputi kompetensi profesional, kompetensi sosial, kompetensi pedagogik, dan kompetensi kepribadian.
      Melihat fenomena yang ada pada saat ini, pemerintah mempunyai kebijakan meningkatkan mutu pendidikan. Untuk meningkatkan mutu pendidikan, salah satu unsurnya dari tenaga pedidikan yang dipandang mempunyai peran penting dalam mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan nasional. Seperti kita ketahui bersama selain kualitas guru, banyak faktor yang mempengaruhi diantaranya sarana dan prasana, serta kebijakan pemerintah menyangkut anggaran pendidikan serta kurikulum yang tidak relevan dengan perkembangan zaman. Di samping itu, peran serta masyarakat mempunyai andil yang cukup besar dalam meningkatkan mutu pedidikan.
      Guru merupakan faktor yang sangat dominan dan penting dalam pedidikan formal pada umumnya karena bagi peserta didik guru sering dijadikan tokoh teladan. Oleh karena itu guru seyogyanya memiliki perilaku dan kompetensi yang memadai untuk mengembangkan peserta didik secara utuh. Untuk melaksanakan tugasnya secara baik sesuai dengan profesi yang dimilikinya, guru perlu menguasai berbagai hal terutama kompetensi kepribadian, sosial, dan profesional.
Dari berbagai permasalahan diatas, faktor guru mempunyai peranan yang paling penting dalam meningkatkan mutu pendidikan. Budaya mengajar yang diciptakan guru akan berdampak besar akan keberhasilan pembelajaran yang ada. Budaya mengajar guru diharapkan dapat dioptimalkan melalui peran stratifikasi sosial guru.


B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana budaya mengajar guru?
2.      Apa saja faktor penyebab budaya mengajar guru?
3.      Apa pengertian dan bentuk strativikasi sosial?
4.      Bagaimana cara mengoptimalisasi peran stratifikasi sosial guru dalam budaya mengajar?
5.      Bagaimana cara memperbaiki dan memaksimalkan budaya mengajar guru?

C.     Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui tentang budaya mengajar guru.
2.      Untuk mengetahui faktor penyebab budaya mengajar guru.
3.      Untuk mengetaui pengertian dan bentuk strativikasi sosial guru.
4.      Untuk mengetahui cara mengoptimalisasi peran stratifikasi sosial guru dalam budaya mengajar.
5.      Untuk mengetahui cara memperbaiki dan memaksimalkan budaya mengajar guru.
















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Budaya Mengajar Guru
1.      Pengertian budaya mengajar guru
      Budaya adalah semua aspek kehidupan manusia yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat dan kemampuan lain atau kebiasan-kebiasaan yang dikerjakan oleh manusia sebagai bagian dari masyarakat   (Kamus Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991).
      Budaya mengajar guru ialah segala aspek pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral dan kemampuan lain yang diberlakukan guru pada proses pembelajaran yang diharapkan dengan budaya mengajar guru tersebut dapat mencapai tujuan pembelajaran.

2.      Faktor penyebab budaya mengajar
      Banyak orang yang belajar dengan susah payah, tetapi tidak mendapatkan hasil apa-apa, hanya kegagalan yang ditemui. Penyebabnya tidak lain karena belajar tidak teratur tidak disiplin, dan kurang bersemangat, tidak tahu bagaimana cara berkonsentrasi dalam belajar, mengabaikan masalah pengaturan waktu dalam belajar, istirahat yang tidak cukup, dan kurang tidur.
      Menurut ajaran Rousseau dalam Dalyono (2001:106), “Manusia itu pada dasarnya baik, ia jadi buruk dan jahat karena pengaruh kebudayaan.” Namun, pengaruh budaya yang lebih fatal terjadi apabila sebagian besar masyarakat mengalami keterbelakangan budaya. Tirtarahardja (2000:246) menggambarkan bahwa keterbelakangan budaya terjadi akibat dari sekelompok masyarakat yang tidak mau mengubah cara dan kebiasaan yang selama ini mengganggap dirinya sudah maju. Pada kelompok ini mereka tidak mau menerima segala macam pembaharuan dan tidak mau mengubah tradisi yang selama ini sudah diyakini kebenarannya.
      Menurut Koentjaraningrat (1990:147), “faktor budaya berkaitan dengan kultur masyarakat yang berupa persepsi/pandangan, adat istiadat, dan kebiasaan.” Peserta didik selalu melakukan kontak dengan masyarakat. Pengaruh-pengaruh budaya yang negatif dan salah terhadap dunia pendidikan akan turut berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak. Peserta didik yang bergaul dengan teman-temannya yang tidak sekolah atau putus sekolah akan terpengaruh dengan mereka.
      Berdasarkan beberapa pendapat di atas secara implisit menyatakan bahwa budaya belajar siswa mempunyai keterkaitan dengan prestasi belajar, sebab dalam budaya belajar mengandung kebiasaan belajar dan cara-cara belajar yang dianut oleh siswa. Pada umumnya setiap orang (siswa) bertindak berdasarkan force of habit (menurut kebiasaannya) sekalipun ia tahu, bahwa ada cara lain yang mungkin lebih menguntungkan.
      Sehubungan dengan hal itu, budaya belajar siswa akan menjadi tradisi yang dianut oleh siswa. Tradisi tersebut akan selalu melekat di dalam setiap tindakan dan perilaku siswa sehari-hari baik di sekolah, di rumah maupun di lingkungan masyarakat. Misalnya tradisi dalam memanfaatkan waktu belajar, disiplin dalam belajar, kegigihan/keuletan dalam belajar, dan konsisten dalam menerapkan cara belajar efektif.

B.     Stratifikasi Sosial
1.      Pengertian stratifikasi sosial
      Stratifikasi Sosial adalah struktur dalam masyarakat yang membagi masyarakat ke dalam tingkatan-tingkatan. Stratifikasi sosial menurut Pitirim A. Sorokin adalah perbedaan penduduk / masyarakat ke dalam lapisan-lapisan kelas secara bertingkat (hirarkis).

2.      Bentuk – bentuk stratifikasi sosial
      Terbentuknya stratifikasi sosial dalam masyarakat dikarenakan adanya sesuatu yang dihargai dan dianggap bernilai. Pada dasarnya sesuatu yang dihargai selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman dan teknologi. Keadaan ini menjadikan bentuk-bentuk stratifikasi sosial semakin beragam. Selain itu, semakin kompleksnya kehidupan masyarakat semakin kompleks pula bentuk-bentuk stratifikasi yang ada. Secara garis besar bentuk-bentuk stratifikasi sosial sebagai berikut:


a.       Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Ekonomi
      Dalam stratifikasi ini dikenal dengan sebutan kelas sosial. Kelas sosial dalam ekonomi didasarkan pada jumlah pemilikan kekayaan atau penghasilan. Secara umum klasifikasi kelas sosial terdiri atas tiga kelompok: kelas sosial atas, kelas sosial menengah, dan kelas sosial bawah.

b.      Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Sosial
      Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria sosial adalah pembedaan anggota masyarakat ke dalam kelompok tingkatan sosial berdasarkan status sosialnya. Oleh karena itu, anggota masyarakat yang memiliki kedudukan sosial yang terhormat menempati kelompok lapisan tertinggi. Sebaliknya, anggota masyarakat yang tidak memiliki kedudukan sosial akan menempati pada lapisan lebih rendah. Contoh: seorang tokoh agama atau tokoh masyarakat akan menempati posisi tinggi dalam pelapisan sosial.

c.        Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Politik
      Apabila kita berbicara mengenai politik, maka pembicaraan kita berhubungan erat dengan sistem pemerintahan. Dalam stratifikasi sosial, media politik dapat dijadikan salah satu kriteria penggolongan. Orang-orang yang menduduki jabatan di dunia politik atau pemerintahan akan menempati strata tinggi. Mereka dihormati, disegani, bahkan disanjung-sanjung oleh warga masyarakat. Orang-orang yang menduduki jabatan di pemerintahan dianggap memiliki kelas yang lebih tinggi dibandingkan warga biasa.

d.      Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Pekerjaan
      Jenis pekerjaan yang dimiliki oleh seseorang dapat dijadikan sebagai dasar pembedaan dalam masyarakat. Seseorang yang bekerja di kantor dianggap lebih tinggi statusnya daripada bekerja kasar, walaupun mereka mempunyai gaji yang sama. Adapun penggolongan masyarakat didasarkan pada mata pencaharian atau pekerjaan sebagai berikut:
1)      Elite yaitu orang kaya dan orang yang menempati kedudukan atau pekerjaan yang dinilai tinggi oleh masyarakat.
2)      Profesional yaitu orang yang berijazah dan bergelar kesarjanaan serta orang dari dunia perdagangan yang berhasil.
3)      Semiprofesional mereka adalah para pegawai kantor, pedagang, teknisi berpendidikan menengah, mereka yang tidak berhasil mencapai gelar, para pedagang buku, dan sebagainya.
4)      Tenaga terampil mereka adalah orang-orang yang mempunyai keterampilan teknik mekanik seperti pemotong rambut, pekerja pabrik, sekretaris, dan stenografer.
5)      Tenaga tidak terdidik, misalnya pembantu rumah tangga dan tukang kebun.

e.       Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Pendidikan
      Antara kelas sosial dan pendidikan saling memengaruhi. Hal ini dikarenakan untuk mencapai pendidikan tinggi diperlukan uang yang cukup banyak. Selain itu, diperlukan juga motivasi, kecerdasan, dan ketekunan. Oleh karena itu, tinggi dan rendahnya  pendidikan akan berpengaruh pada jenjang kelas sosial.

C.    Optimalisasi peran stratifikasi sosial guru dalam budaya mengajar
Guru dalam mengajar tentunya memiliki budaya yang berbeda-beda. Budaya mengajar guru ini mendeskripsikan interaksi antara guru dengan siswa dalam proses belajar. Budaya mengajar mendeskripsikan pengalaman belajar siswa yang berproses sehingga jelas dan bertahap. Dari budaya mengajar dapat kita lihat bagaimana  pengalaman belajar siswa berkembang sehingga siswa menguasai pengetahuan, meningkatkan keterampilan dan menguatkan sikap yang terbentuk melalui proses belajar. Tiap metode memiliki kebermaknaan tertentu terhadap hasil belajar siswa. Namun semua bergantung pada guru juga yang menggunakan metode. Bergantung pada keterampilannya menggunakan metode, berbatung pada faktor-faktor lain yang mendukung kegiatan pembelajaran.
Penggunaan metode mengajar dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu, langsung dan tak langsung. Pengkategorian ini jika diurai lebih lanjut  keadaannya jauh sedikit lebih rumit daripada yang dapat dilihat secara sepintas. Tiap metode pembelajaran memiliki kelebihan, kekurangan, serta membutuhkan persiapan awal yang berbeda-beda. Kelebihan dan kekurangan bisa juga secara alami karena terkait erat pada metode yang lain. 
Guru perlu memiliki keterampilan khusus untuk mengaitkan tiap metode yang digunakan untuk memudahkan siswa menyerap materi pelajaran. Kita tahu pula bahwa metode pembelajaran adalah “benar” untuk pelajaran tertentu. Itu sangat bergantung pada banyak hal. Di antaranya, usia siswa, tingkat perkembangan siswa, pengetahuan yang sudah siswa kuasai sebelumnya,  di samping itu, tergantung pula pada materi yang harus siswa kuasai, pada mata pelajaran apa, SK-dan KD apa, dan indikator pembelajaran seperti apa, ketersediaan waktu, sumber belajar yang tersedia, serta waktu belajar yang digunakan seperti pagi, siang, sore dsb.
Yang cukup menyulitkan guru adalah memilih metode mengajar yang paling sesuai dengan materi pelajaran serta sesuai dengan harapan siswa seingga dapat mengembangkan potensi belajarnya secara optimal. Siswa menyukainya karena metode sesuai dengan gaya mengajar dan suasana belajar. Motivasi belajar siswa meningkat karena siswa menyukai cara guru berinteraksi. Sekali pun guru dapat memilih metode yang paling sesuai, namun  tak ada satu pun metode yang berhak mendapat julukan terbaik.  Oleh karena itu, guru perlu  mempertimbangkan dan menganalisis karakteristik khas tiap metode. Dengan memhami itu maka guru  terbantu memilih keputusan terbaik.
Di bawah ini terdapat sejumlah metode yang sangat populer yang dapat dipertimbangkan untuk membuat pembelajaran lebih aktif dan menggunakan metode yang lebih variatif. Berikut analisis dari sisi kelebihan dan kekurangannya, serta hal-hal yang perlu guru persiapkan sebelum pelaksanaan pembelajaran dimulai. Sejumlah metode di bawah ini dimuat  pada  penulisnya menyatakan bahwa urutan itu dikembangkan begitu saja tanpa memperhatikan adanya prioritas tertentu atau karena pertimbangan-pertimbangan tertentu.

1.      Tatap Muka (Directing Teaching)
v  Kelebihan:
a.       Memungkinkan mencapai target belajar yang sangat spesifik.
b.      Siswa dapat mendalami mengapa materi yang dipelajarinya penting.
c.       Siswa dapat mengklarifikasi tujuan pembelajaran
d.      Dengan cepat dapat mengukur materi yang telah siswa kuasai.
e.       Metode ini digunakan secara luas oleh guru di mana pun
f.       Baik digunakan untuk menjelaskan fakta yang spesifik dan keterampilan dasar.
g.      Dapat membatasi kreativitas guru.
v  Kekurangan:
a.       Memerlukan pengorganisasian materi pelajaran dengan baik dan persiapan keterampilan komunikasi yang prima.
b.      Tiap tahap pembelajaran perlu dirancang dan dilaksanakan sebagaimana yang diharapkan.
c.       Dapat menghambat efektivitas pengembangan keterampilan berpikir level tinggi dan sangat bergantung pada tingkat kesulitan materi serta kompetensi guru.
d.      Materi pelajaran harus dikemas dengan baik sebelum pelaksanaan pembelajaran.
2.      Belajar Bersama (Kooperatif Learning)
v  Kelebihan:
a.       Membantu  meningkatkan keterladanan dan tanggungjawab
b.      Didukung dengan riset dengan teknik yang efektif.
c.       Siswa belajar bersabar, mengurangi mengkritik, dan lebih toleran.
v  Kekurangan:
a.       Tidak seluruh siswa bekerja optimal
b.      Siswa cenderung sulit berbagi jawaban.
c.       Siswa agresif cenderung mengambil alih bicara.
d.      Siswa yang cerdas menunjukkan dominasinya.

3.      Metode Guru
v  Kelebihan:
a.       Materi yang faktual dijelaskan secara langsung, dan logis.
b.      Diperkaya dengan inspirasi dari pengalaman guru.
c.       Bermanfaat untuk kelompok belajar kelas besar.
v  Kekurangan:
a.       Sangat ditentukan oleh keterampilan bicara.
b.      Siswa selalu pasif.
c.       Proses belajar sulit diukur.
d.      Komunikasi satu arah.
e.       Tidak banyak mengapresiasi siswa
f.       Tidak diajurkan metode ini digunakan untuk siswa di bawah 5 tahun.
4.      Ceramah-Diskusi
v  Kelebihan:
a.       Memberi ruang kepada siswa untuk berpartisipasi, paling tidak setelah ceramah selesai.
b.      Siswa dapat ditantang bertanya atau mengklarifikasi.
c.       Guru dapat menyelingi ceramah dengan diskusi.
v  Kekurangan:
a.       Sedikitnya waktu yang bersisa menjadi kendala diskusi.
b.      Efektifitas diskusi sangat bergantung pada ketepatan pertanyaan dan diskusi sehingga guru harus berpindah antara menjelaskan dengan diskusi.

D.    Cara memperbaiki dan memaksimalkan budaya mengajar guru
Untuk mengantisipasi tantangan dunia pendidikan yang semakin berat, maka profesionalisme guru harus dikembangkan. Beberapa cara yang dapat ditempuh dalam pengembangan profesionalitas guru menurut Balitbang Diknas antara lain adalah:
  1. Perlunya revitalisasi pelatihan guru yang secara khusus dititikberatkan untuk memperbaiki kinerja guru dalam meningkatkan mutu pendidikan dan bukan untuk meningkatkan sertifikasi mengajar semata-mata;
  2. Perlunya mekanisme kontrol penyelenggaraan pelatihan guru untuk memaksimalkan pelaksanaannya;
  3. Perlunya sistem penilaian yang sistemik dan periodik untuk mengetahui efektivitas dan dampak pelatihan guru terhadap mutu pendidikan;
  4. Perlunya desentralisasi pelatihan guru pada tingkat kabupaten/kota sesuai dengan perubahan mekanisme kelembagaan otonomi daerah yang dituntut dalam UU No. 22/1999;
  5. Perlunya upaya-upaya alternatif yang mampu meningkatkan kesempatan dan kemampuan para guru dalam penguasaan materi pelajaran;
  6. Perlunya tolok ukur (benchmark) kemampuan profesional sebagai acuan pelaksanaan pembinaan dan peningkatan mutu guru;
  7. Perlunya peta kemampuan profesional guru secara nasional yang tersedia di Depdiknas dan Kanwil-kanwil untuk tujuan-tujuan pembinaan dan peningkatan mutu guru;
  8. Perlunya untuk mengkaji ulang aturan atau kebijakan yang ada melalui perumusan kembali aturan atau kebijakan yang lebih fleksibel dan mampu mendorong guru untuk mengembangkan kreativitasnya;
  9. Perlunya reorganisasi dan rekonseptualisasi kegiatan Pengawasan Pengelolaan Sekolah, sehingga kegiatan ini dapat menjadi sarana alternatif peningkatan mutu guru;
  10. Perlunya upaya untuk meningkatkan kemampuan guru dalam penelitian, agar lebih bisa memahami dan menghayati permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam proses pembelajaran.
  11. Perlu mendorong para guru untuk bersikap kritis dan selalu berusaha meningkatkan ilmu pengetahuan dan wawasan;
  12. Memperketat persyaratan untuk menjadi calon guru pada Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK);
  13. Menumbuhkan apresiasi karier guru dengan memberikan kesempatan yang lebih luas untuk meningkatkan karier;
  14. Perlunya ketentuan sistem credit point yang lebih fleksibel untuk mendukung jenjang karier guru, yang lebih menekankan pada aktivitas dan kreativitas guru dalam melaksanakan proses pengajaran.
Untuk lebih mendorong tumbuhnya profesionalisme guru selain apa yang telah diutarakan oleh Balitbang Diknas, tentunya “penghargaan yang profesional” terhadap profesi guru masih sangat penting. Seperti yang diundangkan bahwa guru berhak mendapat tunjangan profesi. Realisasi pasal ini tentunya akan sangat penting dalam mendorong tumbuhnya semangat profesionalisme pada diri guru.
Dengan adanya pengembangan profesionalisme guru, maka peranan guru harus lebih ditingkatkan. Guru tidak hanya disanjung, dihormati, disegani, dikagumi, diagungkan, tetapi guru harus lebih mengoptimalkan rasa tanggungjawabnya. Peranan guru sangat penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Ada pepatah Sunda mengatakan, guru adalah “digugu dan ditiru” (diikuti dan diteladani), berarti guru harus memiliki:
1.      Penguasaan pengetahuan dan keterampilan. Seorang guru harus mempersiapkan diri sedini mungkin, jangan sampai ia kerepotan ketika berhadapan dengan siswa. Penguasaan materi sangat penting, jangan sampai pengetahuan seorang guru jauh lebih rendah dibandingkan siswa, dan seorang guru harus terampil tatkala proses kegiatan belajar berjalan.
2.      Kemampuan profesional yang baik. Seorang guru harus menjadikan, tanggungjawabnya merupakan pekerjaan yang digandrungi. Tidak bisa seorang guru hanya mengandalkan, mengajar merupakan sebagai pelarian dan adem ayem ketika menerima gaji di habis bulan.
Penuh rasa tanggung jawab sangat dibutuhkan, kemampuan untuk mengajar sesuai disiplin ilmu yang dimilikinya. Ironisnya kenyataan kini masih ada seorang guru mengajar tidak sesuai bidangnya. Misalnya, jurusan Matematika mengajar Bahasa Indonesia, jurusan Dakwah mengajar PPKn, jurusan Bahasa Indonesia mengajar Penjas, dan lain sebagainya.
3.      Idealisme dan pengabdian yang tinggi. Hakikat seorang guru adalah pengabdian, dedikasi seorang guru harus tinggi, serta harus mampu menjunjung tinggi nilai-nilai pendidikan dengan tujuan mendidik, membina, mengayomi anak didiknya.
4.      Memiliki keteladanan untuk diikuti dan dijadikan teladan. Keteladanan seorang guru merupakan perwujudan dari realisasi kegiatan belajar mengajar, serta menanamkan sikap kepercayaan terhadap siswa. Seorang guru berpenampilan baik dan sopan akan sangat berpengaruh terhadap sikap siswa. Sebaliknya seorang guru yang berpenampilan premanisme, akan berpengaruh buruk terhadap sikap dan moral siswa.



BAB III
PENUTUP

  1. Kesimpulan
  2. Kritik dan Saran         


DAFTAR PUSTAKA


v