Stratifikasi
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Guru memegang peranan penting
dalam mencapai tujuan pendidikan. Kualitas guru merupakan salah satu penentu
utama dalam kualitas pendidikan. Dalam hal ini Pemerintah menerbitkan
Undang-undang Guru dan Dosen tahun 2005 yang mencakup kompetensi guru. Setiap
guru wajib memiliki dan mengembangkan kompetensi-kompetensi tersebut yang
meliputi kompetensi profesional, kompetensi sosial, kompetensi pedagogik, dan
kompetensi kepribadian.
Melihat fenomena yang ada pada
saat ini, pemerintah mempunyai kebijakan meningkatkan mutu pendidikan. Untuk
meningkatkan mutu pendidikan, salah satu unsurnya dari tenaga pedidikan yang
dipandang mempunyai peran penting dalam mewujudkan tercapainya tujuan
pendidikan nasional. Seperti kita ketahui bersama selain kualitas guru, banyak
faktor yang mempengaruhi diantaranya sarana dan prasana, serta kebijakan
pemerintah menyangkut anggaran pendidikan serta kurikulum yang tidak relevan
dengan perkembangan zaman. Di samping itu, peran serta masyarakat mempunyai
andil yang cukup besar dalam meningkatkan mutu pedidikan.
Guru merupakan faktor yang
sangat dominan dan penting dalam pedidikan formal pada umumnya karena bagi
peserta didik guru sering dijadikan tokoh teladan. Oleh karena itu guru
seyogyanya memiliki perilaku dan kompetensi yang memadai untuk mengembangkan
peserta didik secara utuh. Untuk melaksanakan tugasnya secara baik sesuai
dengan profesi yang dimilikinya, guru perlu menguasai berbagai hal terutama
kompetensi kepribadian, sosial, dan profesional.
Dari berbagai permasalahan diatas, faktor guru mempunyai peranan yang
paling penting dalam meningkatkan mutu pendidikan. Budaya mengajar yang
diciptakan guru akan berdampak besar akan keberhasilan pembelajaran yang ada.
Budaya mengajar guru diharapkan dapat dioptimalkan melalui peran stratifikasi
sosial guru.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana budaya mengajar guru?
2. Apa saja faktor penyebab budaya mengajar guru?
3. Apa pengertian dan bentuk strativikasi sosial?
4. Bagaimana cara mengoptimalisasi peran stratifikasi
sosial guru dalam budaya mengajar?
5. Bagaimana cara memperbaiki dan memaksimalkan budaya
mengajar guru?
C.
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tentang budaya mengajar guru.
2. Untuk mengetahui faktor penyebab budaya mengajar
guru.
3. Untuk mengetaui pengertian dan bentuk strativikasi
sosial guru.
4. Untuk mengetahui cara mengoptimalisasi peran
stratifikasi sosial guru dalam budaya mengajar.
5. Untuk mengetahui cara memperbaiki dan memaksimalkan
budaya mengajar guru.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Budaya Mengajar Guru
1.
Pengertian budaya mengajar guru
Budaya adalah semua aspek
kehidupan manusia yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral,
adat istiadat dan kemampuan lain atau kebiasan-kebiasaan yang dikerjakan oleh
manusia sebagai bagian dari masyarakat
(Kamus Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991).
Budaya mengajar guru ialah
segala aspek pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral dan kemampuan lain
yang diberlakukan guru pada proses pembelajaran yang diharapkan dengan budaya mengajar
guru tersebut dapat mencapai tujuan pembelajaran.
2. Faktor penyebab budaya mengajar
Banyak orang yang belajar
dengan susah payah, tetapi tidak mendapatkan hasil apa-apa, hanya kegagalan
yang ditemui. Penyebabnya tidak lain karena belajar tidak teratur tidak
disiplin, dan kurang bersemangat, tidak tahu bagaimana cara berkonsentrasi
dalam belajar, mengabaikan masalah pengaturan waktu dalam belajar, istirahat
yang tidak cukup, dan kurang tidur.
Menurut ajaran Rousseau dalam
Dalyono (2001:106), “Manusia itu pada dasarnya baik, ia jadi buruk dan jahat
karena pengaruh kebudayaan.” Namun, pengaruh budaya yang lebih fatal terjadi
apabila sebagian besar masyarakat mengalami keterbelakangan budaya.
Tirtarahardja (2000:246) menggambarkan bahwa keterbelakangan budaya terjadi
akibat dari sekelompok masyarakat yang tidak mau mengubah cara dan kebiasaan
yang selama ini mengganggap dirinya sudah maju. Pada kelompok ini mereka tidak
mau menerima segala macam pembaharuan dan tidak mau mengubah tradisi yang selama
ini sudah diyakini kebenarannya.
Menurut Koentjaraningrat
(1990:147), “faktor budaya berkaitan dengan kultur masyarakat yang berupa
persepsi/pandangan, adat istiadat, dan kebiasaan.” Peserta didik selalu
melakukan kontak dengan masyarakat. Pengaruh-pengaruh budaya yang negatif dan
salah terhadap dunia pendidikan akan turut berpengaruh terhadap perkembangan
dan pertumbuhan anak. Peserta didik yang bergaul dengan teman-temannya yang
tidak sekolah atau putus sekolah akan terpengaruh dengan mereka.
Berdasarkan beberapa pendapat
di atas secara implisit menyatakan bahwa budaya belajar siswa mempunyai
keterkaitan dengan prestasi belajar, sebab dalam budaya belajar mengandung
kebiasaan belajar dan cara-cara belajar yang dianut oleh siswa. Pada umumnya
setiap orang (siswa) bertindak berdasarkan force of habit (menurut
kebiasaannya) sekalipun ia tahu, bahwa ada cara lain yang mungkin lebih
menguntungkan.
Sehubungan dengan hal itu,
budaya belajar siswa akan menjadi tradisi yang dianut oleh siswa. Tradisi
tersebut akan selalu melekat di dalam setiap tindakan dan perilaku siswa
sehari-hari baik di sekolah, di rumah maupun di lingkungan masyarakat. Misalnya
tradisi dalam memanfaatkan waktu belajar, disiplin dalam belajar,
kegigihan/keuletan dalam belajar, dan konsisten dalam menerapkan cara belajar
efektif.
B.
Stratifikasi Sosial
1.
Pengertian stratifikasi sosial
Stratifikasi Sosial adalah
struktur dalam masyarakat yang membagi masyarakat ke dalam tingkatan-tingkatan.
Stratifikasi sosial menurut Pitirim A. Sorokin adalah perbedaan penduduk /
masyarakat ke dalam lapisan-lapisan kelas secara bertingkat (hirarkis).
2. Bentuk – bentuk stratifikasi sosial
Terbentuknya stratifikasi
sosial dalam masyarakat dikarenakan adanya sesuatu yang dihargai dan dianggap
bernilai. Pada dasarnya sesuatu yang dihargai selalu berubah-ubah sesuai dengan
perkembangan zaman dan teknologi. Keadaan ini menjadikan bentuk-bentuk
stratifikasi sosial semakin beragam. Selain itu, semakin kompleksnya kehidupan
masyarakat semakin kompleks pula bentuk-bentuk stratifikasi yang ada. Secara
garis besar bentuk-bentuk stratifikasi sosial sebagai berikut:
a. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Ekonomi
Dalam
stratifikasi ini dikenal dengan sebutan kelas sosial. Kelas sosial dalam
ekonomi didasarkan pada jumlah pemilikan kekayaan atau penghasilan. Secara umum
klasifikasi kelas sosial terdiri atas tiga kelompok: kelas sosial atas, kelas
sosial menengah, dan kelas sosial bawah.
b. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Sosial
Stratifikasi
sosial berdasarkan kriteria sosial adalah pembedaan anggota masyarakat ke dalam
kelompok tingkatan sosial berdasarkan status sosialnya. Oleh karena itu,
anggota masyarakat yang memiliki kedudukan sosial yang terhormat menempati
kelompok lapisan tertinggi. Sebaliknya, anggota masyarakat yang tidak memiliki
kedudukan sosial akan menempati pada lapisan lebih rendah. Contoh: seorang
tokoh agama atau tokoh masyarakat akan menempati posisi tinggi dalam pelapisan
sosial.
c. Stratifikasi
Sosial Berdasarkan Kriteria Politik
Apabila
kita berbicara mengenai politik, maka pembicaraan kita berhubungan erat dengan
sistem pemerintahan. Dalam stratifikasi sosial, media politik dapat dijadikan
salah satu kriteria penggolongan. Orang-orang yang menduduki jabatan di dunia
politik atau pemerintahan akan menempati strata tinggi. Mereka dihormati,
disegani, bahkan disanjung-sanjung oleh warga masyarakat. Orang-orang yang
menduduki jabatan di pemerintahan dianggap memiliki kelas yang lebih tinggi
dibandingkan warga biasa.
d. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Pekerjaan
Jenis
pekerjaan yang dimiliki oleh seseorang dapat dijadikan sebagai dasar pembedaan
dalam masyarakat. Seseorang yang bekerja di kantor dianggap lebih tinggi
statusnya daripada bekerja kasar, walaupun mereka mempunyai gaji yang sama.
Adapun penggolongan masyarakat didasarkan pada mata pencaharian atau pekerjaan
sebagai berikut:
1) Elite yaitu orang kaya dan orang yang menempati
kedudukan atau pekerjaan yang dinilai tinggi oleh masyarakat.
2) Profesional yaitu orang yang berijazah dan bergelar
kesarjanaan serta orang dari dunia perdagangan yang berhasil.
3) Semiprofesional mereka adalah para pegawai kantor,
pedagang, teknisi berpendidikan menengah, mereka yang tidak berhasil mencapai
gelar, para pedagang buku, dan sebagainya.
4) Tenaga terampil mereka adalah orang-orang yang
mempunyai keterampilan teknik mekanik seperti pemotong rambut, pekerja pabrik,
sekretaris, dan stenografer.
5) Tenaga tidak terdidik, misalnya pembantu rumah
tangga dan tukang kebun.
e. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Pendidikan
Antara
kelas sosial dan pendidikan saling memengaruhi. Hal ini dikarenakan untuk
mencapai pendidikan tinggi diperlukan uang yang cukup banyak. Selain itu,
diperlukan juga motivasi, kecerdasan, dan ketekunan. Oleh karena itu, tinggi
dan rendahnya pendidikan akan
berpengaruh pada jenjang kelas sosial.
C.
Optimalisasi peran
stratifikasi sosial guru dalam budaya mengajar
Guru dalam mengajar tentunya
memiliki budaya yang berbeda-beda. Budaya mengajar guru ini mendeskripsikan
interaksi antara guru dengan siswa dalam proses belajar. Budaya mengajar
mendeskripsikan pengalaman belajar siswa yang berproses sehingga jelas dan bertahap. Dari budaya mengajar dapat kita
lihat bagaimana pengalaman belajar siswa berkembang sehingga siswa
menguasai pengetahuan, meningkatkan keterampilan dan menguatkan sikap yang
terbentuk melalui proses belajar. Tiap metode memiliki
kebermaknaan tertentu terhadap hasil belajar siswa. Namun semua bergantung pada
guru juga yang menggunakan metode. Bergantung pada keterampilannya menggunakan
metode, berbatung pada faktor-faktor
lain yang mendukung kegiatan pembelajaran.
Penggunaan
metode mengajar dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu, langsung dan tak
langsung. Pengkategorian ini jika diurai lebih lanjut keadaannya jauh
sedikit lebih rumit daripada yang dapat dilihat secara sepintas. Tiap metode
pembelajaran memiliki kelebihan, kekurangan, serta membutuhkan persiapan awal
yang berbeda-beda. Kelebihan dan kekurangan bisa juga secara alami karena
terkait erat pada metode yang lain.
Guru
perlu memiliki keterampilan khusus untuk mengaitkan tiap metode yang digunakan
untuk memudahkan siswa menyerap materi pelajaran. Kita
tahu pula bahwa metode pembelajaran adalah “benar” untuk pelajaran tertentu.
Itu sangat bergantung pada banyak hal. Di antaranya, usia siswa, tingkat
perkembangan siswa, pengetahuan yang sudah siswa kuasai sebelumnya, di
samping itu, tergantung
pula pada materi yang harus siswa kuasai, pada mata pelajaran apa, SK-dan KD
apa, dan indikator
pembelajaran seperti apa, ketersediaan waktu, sumber belajar yang tersedia,
serta waktu belajar yang digunakan seperti pagi, siang, sore dsb.
Yang
cukup menyulitkan guru adalah memilih metode mengajar yang paling sesuai dengan
materi pelajaran serta sesuai dengan harapan siswa seingga dapat mengembangkan
potensi belajarnya secara optimal. Siswa menyukainya karena metode sesuai
dengan gaya mengajar dan suasana belajar. Motivasi belajar siswa meningkat
karena siswa menyukai cara guru berinteraksi. Sekali
pun guru dapat memilih metode yang paling sesuai, namun tak ada satu pun
metode yang berhak mendapat julukan terbaik. Oleh karena itu, guru perlu
mempertimbangkan dan menganalisis karakteristik khas tiap metode. Dengan
memhami itu maka guru terbantu memilih keputusan terbaik.
Di
bawah ini terdapat sejumlah metode yang sangat populer yang dapat
dipertimbangkan untuk membuat pembelajaran lebih aktif dan menggunakan metode
yang lebih variatif. Berikut analisis dari sisi kelebihan dan
kekurangannya, serta hal-hal yang perlu guru persiapkan sebelum pelaksanaan
pembelajaran dimulai. Sejumlah metode di bawah ini dimuat pada
penulisnya menyatakan bahwa urutan itu dikembangkan begitu saja tanpa
memperhatikan adanya prioritas tertentu atau karena pertimbangan-pertimbangan
tertentu.
1.
Tatap Muka (Directing Teaching)
v Kelebihan:
a.
Memungkinkan mencapai
target belajar yang sangat spesifik.
b.
Siswa dapat mendalami
mengapa materi yang dipelajarinya penting.
c.
Siswa dapat
mengklarifikasi tujuan pembelajaran
d.
Dengan cepat dapat
mengukur materi yang telah siswa kuasai.
e.
Metode ini digunakan
secara luas oleh guru di mana pun
f.
Baik digunakan untuk
menjelaskan fakta yang spesifik dan keterampilan dasar.
g.
Dapat membatasi
kreativitas guru.
v Kekurangan:
a.
Memerlukan
pengorganisasian materi pelajaran dengan baik dan persiapan keterampilan
komunikasi yang prima.
b.
Tiap tahap pembelajaran
perlu dirancang dan dilaksanakan sebagaimana yang diharapkan.
c.
Dapat menghambat
efektivitas pengembangan keterampilan berpikir level tinggi dan sangat bergantung
pada tingkat kesulitan materi serta kompetensi guru.
d.
Materi pelajaran harus
dikemas dengan baik sebelum pelaksanaan pembelajaran.
2.
Belajar Bersama (Kooperatif Learning)
v Kelebihan:
a.
Membantu
meningkatkan keterladanan dan tanggungjawab
|
b.
Didukung dengan riset
dengan teknik yang efektif.
|
c.
Siswa belajar
bersabar, mengurangi mengkritik, dan lebih toleran.
|
v Kekurangan:
a.
Tidak seluruh siswa
bekerja optimal
|
b.
Siswa cenderung sulit
berbagi jawaban.
|
c.
Siswa agresif
cenderung mengambil alih bicara.
|
d.
Siswa yang cerdas
menunjukkan dominasinya.
|
3. Metode Guru
v Kelebihan:
a.
Materi yang faktual
dijelaskan secara langsung, dan logis.
|
b.
Diperkaya dengan
inspirasi dari pengalaman guru.
|
c.
Bermanfaat untuk
kelompok belajar kelas besar.
|
v Kekurangan:
a.
Sangat ditentukan
oleh keterampilan bicara.
|
b.
Siswa selalu pasif.
|
c.
Proses belajar sulit
diukur.
|
d.
Komunikasi satu arah.
|
e.
Tidak banyak
mengapresiasi siswa
|
f.
Tidak diajurkan
metode ini digunakan untuk siswa di bawah 5 tahun.
|
4.
Ceramah-Diskusi
v Kelebihan:
a.
Memberi ruang
kepada siswa untuk berpartisipasi, paling tidak setelah ceramah selesai.
b.
Siswa dapat
ditantang bertanya atau mengklarifikasi.
c.
Guru dapat
menyelingi ceramah dengan diskusi.
v Kekurangan:
a.
Sedikitnya waktu
yang bersisa menjadi kendala diskusi.
b.
Efektifitas
diskusi sangat bergantung pada ketepatan pertanyaan dan diskusi sehingga guru
harus berpindah antara menjelaskan dengan diskusi.
D.
Cara memperbaiki dan
memaksimalkan budaya mengajar guru
Untuk
mengantisipasi tantangan dunia pendidikan yang semakin berat, maka
profesionalisme guru harus dikembangkan. Beberapa cara yang dapat ditempuh
dalam pengembangan profesionalitas guru menurut Balitbang Diknas antara lain
adalah:
- Perlunya revitalisasi pelatihan guru yang secara
khusus dititikberatkan untuk memperbaiki kinerja guru dalam meningkatkan
mutu pendidikan dan bukan untuk meningkatkan sertifikasi mengajar
semata-mata;
- Perlunya mekanisme kontrol penyelenggaraan
pelatihan guru untuk memaksimalkan pelaksanaannya;
- Perlunya sistem penilaian yang sistemik dan
periodik untuk mengetahui efektivitas dan dampak pelatihan guru terhadap
mutu pendidikan;
- Perlunya desentralisasi pelatihan guru pada
tingkat kabupaten/kota sesuai dengan perubahan mekanisme kelembagaan
otonomi daerah yang dituntut dalam UU No. 22/1999;
- Perlunya upaya-upaya alternatif yang mampu meningkatkan
kesempatan dan kemampuan para guru dalam penguasaan materi pelajaran;
- Perlunya tolok ukur (benchmark) kemampuan profesional sebagai acuan pelaksanaan
pembinaan dan peningkatan mutu guru;
- Perlunya peta kemampuan profesional guru secara
nasional yang tersedia di Depdiknas dan Kanwil-kanwil untuk tujuan-tujuan
pembinaan dan peningkatan mutu guru;
- Perlunya untuk mengkaji ulang aturan atau
kebijakan yang ada melalui perumusan kembali aturan atau kebijakan yang
lebih fleksibel dan mampu mendorong guru untuk mengembangkan
kreativitasnya;
- Perlunya reorganisasi dan rekonseptualisasi
kegiatan Pengawasan Pengelolaan Sekolah, sehingga kegiatan ini dapat
menjadi sarana alternatif peningkatan mutu guru;
- Perlunya upaya untuk meningkatkan kemampuan guru
dalam penelitian, agar lebih bisa memahami dan menghayati
permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam proses pembelajaran.
- Perlu mendorong para guru untuk bersikap kritis
dan selalu berusaha meningkatkan ilmu pengetahuan dan wawasan;
- Memperketat persyaratan untuk menjadi calon guru
pada Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK);
- Menumbuhkan apresiasi karier guru dengan
memberikan kesempatan yang lebih luas untuk meningkatkan karier;
- Perlunya ketentuan sistem credit point yang lebih
fleksibel untuk mendukung jenjang karier guru, yang lebih menekankan pada
aktivitas dan kreativitas guru dalam melaksanakan proses pengajaran.
Untuk lebih mendorong
tumbuhnya profesionalisme guru selain apa yang telah diutarakan oleh Balitbang
Diknas, tentunya “penghargaan yang profesional” terhadap profesi guru masih
sangat penting. Seperti yang diundangkan bahwa guru berhak mendapat tunjangan
profesi. Realisasi pasal ini tentunya akan sangat penting dalam mendorong
tumbuhnya semangat profesionalisme pada diri guru.
Dengan adanya pengembangan
profesionalisme guru, maka peranan guru harus lebih ditingkatkan. Guru tidak
hanya disanjung, dihormati, disegani, dikagumi, diagungkan, tetapi guru harus
lebih mengoptimalkan rasa tanggungjawabnya. Peranan guru sangat penting dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa. Ada pepatah Sunda mengatakan, guru adalah
“digugu dan ditiru” (diikuti dan diteladani), berarti guru harus memiliki:
1. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan. Seorang guru
harus mempersiapkan diri sedini mungkin, jangan sampai ia kerepotan ketika
berhadapan dengan siswa. Penguasaan materi sangat penting, jangan sampai
pengetahuan seorang guru jauh lebih rendah dibandingkan siswa, dan seorang guru
harus terampil tatkala proses kegiatan belajar berjalan.
2. Kemampuan profesional yang baik. Seorang guru harus
menjadikan, tanggungjawabnya merupakan pekerjaan yang digandrungi. Tidak bisa
seorang guru hanya mengandalkan, mengajar merupakan sebagai pelarian dan adem
ayem ketika menerima gaji di habis bulan.
Penuh rasa tanggung jawab sangat dibutuhkan, kemampuan
untuk mengajar sesuai disiplin ilmu yang dimilikinya. Ironisnya kenyataan kini
masih ada seorang guru mengajar tidak sesuai bidangnya. Misalnya, jurusan
Matematika mengajar Bahasa Indonesia, jurusan Dakwah mengajar PPKn, jurusan
Bahasa Indonesia mengajar Penjas, dan lain sebagainya.
3. Idealisme dan pengabdian yang tinggi. Hakikat seorang
guru adalah pengabdian, dedikasi seorang guru harus tinggi, serta harus mampu
menjunjung tinggi nilai-nilai pendidikan dengan tujuan mendidik, membina,
mengayomi anak didiknya.
4. Memiliki keteladanan untuk diikuti dan dijadikan
teladan. Keteladanan seorang guru merupakan perwujudan dari realisasi kegiatan
belajar mengajar, serta menanamkan sikap kepercayaan terhadap siswa. Seorang
guru berpenampilan baik dan sopan akan sangat berpengaruh terhadap sikap siswa.
Sebaliknya seorang guru yang berpenampilan premanisme, akan berpengaruh buruk
terhadap sikap dan moral siswa.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
- Kritik dan Saran
DAFTAR PUSTAKA
v