SYARAT
SAH PERJANJIAN
Syarat-syarat sahnya
perjanjian (HS, Salim. 2008. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Jakarta:
Sinar Grafika).
Di dalam Hukum Kontrak (Law of Contract) Amerika ditentukan
empat syarat sahnya perjanjian, yaitu:
1.
Adanya offer (penawaran) dan acceptance
(penerimaan)
2.
Metting of minds (persesuaian kehendak)
3.
Konsiderasi (prestasi)
4.
Component legal parties (kewenangan
hukum para pihak) dan legal subject matter (pokok persoalan yang sah)
Sedangkan di dalam buku
Eropa Kontinental, syarat sahnya perjanjian diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata
atau Pasal 1365 Buku IV NBW (BW Baru) Belanda Pasal 1320 KUH Perdata menentukan
empat syarat sahnya perjanjian, seperti berikut ini:
1.
Adanya kesepakatan (toesteming/izin) kedua belah pihak
Yang dimaksud dengan kesepakatan
adalah penersesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan
pihak lainnya. Yang menjadi pertanyaan adalah “Kapan momentum terjadinya
persesuaian pernyataan kehendak tersebut?”
Ada empat teori yang menjawab
momentum terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, sebagai berikut:
a.
Teori ucapan (utingstheorie)
Menurut teori ucapan, kesepakatan (toesterning) terjadi pada saat pihak
yang menerima penawaran itu menyatakan bahwa ia menerima penawaran itu. Jadi,
dilihat dari phak yang menerima, yaitu pada saat baru menajtuhkan ballpoint
untuk menyatakan menerima, kesepakatan sudah terjadi. Kelemahan teori ini adalah
sangat teoretis karena dianggap terjadinya kesepakatan secara otomatis
b.
Teori pengiriman (verzendtheorie)
Menurut teori pengiriman,
kesepakatan terjadi apabila pihak yang menerima penawaran mengirimkan telegram.
Kritik terhadap teori ini, bagaimana hal itu bisa diketahui. Bisa saja, walau
sudah dikirim tetapi tidak diketahui oleh pihak yang menawarkan. Teori ini juga
sangat teoretis, dianggap terjadinya kesepakatan secara otomatis.
c.
Teori pengetahuan (vernemingstheorie)
Teori pengetahuan berpendapat bahwa
kesepakatan terjadi apabila pihak yang menawarkan itu mengetahui adanta
acceptatie (penerimaan), tetapi penerima itu belum diterimaanya (tidak
diketahui secara langsung). Kritik terhadap teori ini, bagaimana ia mengetahui
isi penerimaan itu apabilaia belum menerimanya.
d.
Teori penerimaan (ontvangstheorie)
Menurut teori penerimaan, bahwa
teosteming terjadi pad saat pihak yang menawarkan menerima langsung jawaban
dari pihak lawan.
Didalam
hukum positif Belanda, juga diikuti yurisprudensi, maupun doktrin, teori yang
dianut adalah teori pengetahuan (vernemingstheorie)
dengan sedikit koreksi dari ontvangstheorie
(teori penerimaan). Maksudnya penerapan teori pengetahuna tidak secara mutlak.
Sebab lalu lintas hukum menghendaki gerak cepat dan tidak menghendaki
formalitas yang kaku, sehingga vernemingstheorie yang dianut. Karena jika harus
menunggu sampai mengetahui secara langsung adanya jawaban dari pihak lawan
(ontvangstheorie) diperlukan waktu yang lama.
Pada
uraian terdahulu sudah dijelaskan bahwa momentum terjadinya perjanjian, yaitu
pada saat terjadinya persesuaian antara pernyataan dan kehendak antara debitor
dan kreditor. Namun ada kalanya tidak ada persesuaian antara pernyataan dan
kehendak.
Ada
tiga teori yang menjawab tentang ketidaksesuaian antara kehendak dan
pernyataan, yaitu teori kehendak, teori pernyataan dan teori kepercayaan (Van
Dunne 1987: 108-109). Ketiga teori ini dikemukakan sebagai berikut ini:
a.
Teori kehendak
Menurut teori kehendak, bahawa
perjanjian itu terjadi apabila ada persesuaian antara kehendak dan pernyataan.
Apabila terjadi ketidak wajaran, kehendaklah yang menyebabkan terjadinya
perjanjian. Kelemahan teori ini menimbulkan kesulitan apabila tidak ada
persesuaian antara kehendak dan pernyataan
b.
Teori pernyataan
Menurut teori ini, kehendak
merupakan proses batiniah yang tidak diketahui orang lain. Akan tetapi yang
menyebabkan terjadinya perjanjian adalah pernyataan. Jika terjadi perbedaan
antara kehendak dan pernyataan mka perjanjian tetap terjadi. Dalam prakteknya,
teori ini menimbulkan kesulitan-kesulitan, seperti contoh bahwa apa yang
dinyatakan berbedadenganyang dikehendaki. Misalnya A menyatakan Rp. 500.000,00
tetapi yang dikehendaki Rp. 50.000,00.
c.
Teori kepercayaan
Menurut teori ini, tidak setiap
pernyataan menimbulkan perjanjian tetapi pernyataan yang menimbulkan
kepercayaan saja yang menimbulkan perjanjian. Kepercayaan dalam arti bahwa
kepercayaan itu sulit dinilai.
Ada tiga alternatif pemecahan dari kesulitan yang
dihadapi ketiga teori diatas. Ketiga alternatif tersebut, seperti berikut ini:
a.
Dengan memepertahankan teori kehendak,
yaitu menganggap perjanjian itu terjadi apabila tidak ada persesuaian antara
kehendak dan pernyataan. Pemecahannya: akan tetapi pihak lawan berhak mendapat
ganti rugi, karena pihak lawan mengharapkannya.
b.
Dengan tetap berpegang pada teori
kehendak, hanya dalam pelaksanaannya kurang ketat, yaitu dengan menganggap
kehendak itu ada.
c.
Penyelesaiannya dengan melihat pada
perjanjian baku (standart contract), yaitu suatu perjanjian yang didasarkan
kepada keetentuan umum didalamnya. Biasanya perjanjian dituangkan dalam bentuk
formulir (Mertokusumo, 1987:2).
2.
Kecakapan bertindak
Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau
kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan
yang akan menimbulkan akibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian
haruslah orang-orang yang cakap dan wewenang untuk melakukan perbuatan hukum
sebagaimana yang ditentukan oleh UU. Orang yang cakap/wenang untuk melakukan
perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa. Ukuran kedewasaan adalah telah
berumur 21 tahun dan atau sudah kawin. Orang yang tidak berwenang untuk
melakukan perbuatan hukum:
a.
Anak dibawah umur (minderjarigheid)
b.
Orang yang ditaruh di bawah pengampunan,
dan
c.
Istri (Pasal 1330 KUH Perdata), tetapi
dalam perkembangannya istri dapat melakukan perbuatan hukum sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 31 UU nomor 1 Tahun 1974 jo. SEMA No. 3 Tahun 1963
3.
Adanya objek perjanjian (onderweep der overeenskomst)
Di
dalam berbagai literatur bahwa yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi
(pokok perjanjian). Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitor dan apa
yang menjadi hak kreditor (Yahya Harahap, 1986: 10; Mertokusumo, 1987: 36).
Prestasi ini terdiri dari perbuatan positif dan negatif. Prestasi terdiri
atas: (1) Memberikan sesuatu, (2)
Berbuat sesuatu, dan (3) Tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 KUH Perdata).
Misalnya, jual beli rumah. Yang menjadi prestasi/ pokok perjanjian adalah
menyerahkan hak milik atas rumah itu dan menyerahkan uang dari harga pembelian
rumah itu. Contoh lainnya, dalam perjanjian kerja, maka yang menjadi pokok
perjanjian adalah melakukan pekerjaan dan membayar upah. Prestasi itu harus
dapat ditentukan, dibolehkan, dimungkinkan, dan dapat dinilai dengan uang.
Dapat ditentukan artinya, di dalam mengadakan perjanjian, isi perjanjian harus
dipaastikan dalam arti dapat ditentukan secara cukup. Misalnya, A memebeli
lemari B dengan harga RP. 500.000,00. Ini berati bahwa objeknya itu adalaah lemari,
bukan benda lainnya.
4.
Adanya causa yang halal (geoorloofde oorzaak)
Dalam
Pasal 1320 KUH Perdata tidak dijelaskan pengertian oorzaak (causa yang halal).
Di dalam Pasal 1337 KUH Perdata hanya disebutkan causa yang terlarang. Suatu
sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan UU, kesulitan, dan
ketertiban umum. Hoge Raad sejak tahun 1927 mengartikan orzaak sebagai sesuatu
yang menjadi tujuan para pihak. Contoh, A menjual sepeda motor kepada B, tetapi
sepeda motor yang dijual oleh A adalah barang hasil curian. Jual beli seperti
itu tidak mencapai tujuan dari pihak B karena B menginginkan barang yang
dibelinya itu barang yang sah. Syarat yang pertama dan kedua disebut syarat
subjektif karena menyangkut pihak-pihak yang mengadakn perjanjian, sedangkan
syarat ketiga dan keempat disebut syarat objektif karena menyangkut objek
perjanjian. Apabila syarat pertama dan syarat kedua tidak terpenuhi, maka
perjanjian itu dapat dibatalkan. Artinya bahwa salah satu pihak dapat
mengajukan kepada pengadilan untuk membatalkan perjanjian yang disepakatinya,
tetapi apabila para pihak tidak ada yang keberatan, maka perjanjian itu batal
demi hukum. Artinya bahwa dari semula perjanjian itu dianggap tidak ada.
SYARAT-SYARAT
TERJADINYA SUATU
PERSETUJUAN
YANG SAH
(KUH
Perdata / Burgerlijk Wetboek)
Pasal 1320
Supaya terjadi persetujuan yang sah,
perlu dipenuhi empat syarat:
1.
Kesepakatan mereka yang mengikatkan
dirinya
2.
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3.
Suatu pokok persoalan tertentu
4.
Suatu sebab yang tidak terlarang
Lebih lanjut
dijelaskan dalam pasal berikutnya mengenai empat syarat yang harus dipenuhi.
1.
Kesepakatan Mereka yang Mengikatkan
Dirinya.
Pasal
1321
Tiada
suatu persetujuan pun mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan atau
diperoleh dengan paksaan atau penipuan.
Pasal
1322
Kekhilafan
tidak mengakibatkan batalnya suatu persetujuan, kecuali kekhilafan itu terjadi
mengenai hakikat barang yang menjadi pokok persetujuan. Kekhilafan tidak
mengakibatkan kebatalan, jika kekhilafan itu hanya terjadi mengenai diri orang
yang dengannya seseorang bermaksud untuk mengadakan persetujuan, kecuali jika
persetujuan itu diberikan terutama karena diri orang yang bersangkutan.
Pasal
1323
Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang mengadakan suatu persetujuan
mengakibatkan batalnya persetujuan yang bersangkutan, juga bila paksaan itu
dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak berkepentingan dalam persetujuan yang
dibuat ini.
Pasal
1324
Paksaan terjadi, bila tindakan itu sedemikian rupa sehingga memberi
kesan dan dapat menimbulkan ketakutan pada orang yang berakal sehat, bahwa
dirinya, orang-orangnya, atau kekayaannya, terancam rugi besar dalam waktu
dekat. Dalam pertimbangan hal tersebut, harus diperhatikan usia, jenis kelamin
dan kedudukan orang yang bersangkutan.
Pasal
1325
Paksaan menjadikan suatu persetujuan batal, bukan hanya bila dilakukan
terhadap salah satu pihak yang membuat persetujuan, melainkan juga bila
dilakukan terhadap suami atau istri atau keluarganya dalam garis ke atas maupun
ke bawah.
Pasal
1326
Rasa takut karena hormat kepada bapak, ibu atau keluarga lain dalam
garis ke atas, tanpa disertai kekerasan, tidak cukup untuk membatalkan
persetujuan.
Pasal
1327
Pembatalan suatu persetujuan berdasarkan paksaan tidak dapat dituntut
lagi, bila setelah paksaan berhenti persetujuan itu dibenarkan, baik secara
tegas maupun secara diam-diam, atau jika telah dibiarkan lewat waktu yang
ditetapkan oleh undang-undang untuk dapat dipulihkan seluruhnya ke keadaan
sebelumnya.
Pasal
1328
Penipuan merupakan suatu alasan untuk membatalkan
suatu persetujuan, bila penipuan yang dipakai oleh salah satu pihak adalah
sedemikian rupa, sehingga nyata bahwa pihak yang lain tidak akan mengadakan
perjanjian itu tanpa adanya tipu muslihat. Penipuan tidak dapat hanya
dikira-kira, melainkan harus dibuktikan.
2.
Kecakapan untuk Membuat suatu Perikatan.
Pasal
1329
Tiap orang berwenang untuk membuat perikatan, kecuali jika dinyatakan
tidak cakap untuk hal itu.
Pasal
1330
Yang tak cakap untuk membuat persetujuan adalah;
1. anak yang belum dewasa;
2. orang yang ditaruh di bawah pengampuan;
3. perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang
ditentukan undang-undang dan pada umumnya semua orang yang oleh undang-undang
dilarang untuk membuat persetujuan tertentu.
Pasal
1331
Oleh karena itu,
orang-orang yang dalam pasal yang lalu dinyatakan tidak cakap untuk membuat
persetujuan, boleh menuntut pembatalan perikatan yang telah mereka buat dalam
hal kuasa untuk itu tidak dikecualikan oleh undang-undang. Orang-orang yang
cakap untuk mengikatkan diri, sama sekali tidak dapat mengemukakan sangkalan
atas dasar ketidakcakapan seorang anak-anak yang belum dewasa, orang-orang yang
ditaruh di bawah pengampuan dan perempuan-perempuan yang bersuami.
3.
Suatu Pokok Persoalan Tertentu.
Pasal
1332
Hanya barang
yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok persetujuan.
Pasal
1333
Suatu
persetujuan harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang sekurang-kurangnya
ditentukan jenisnya. Jumlah barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu
kemudian dapat ditentukan atau dihitung.
Pasal
1334
Barang yang baru
ada pada waktu yang akan datang, dapat menjadi pokok suatu persetujuan. Akan
tetapi seseorang tidak diperkenankan untuk melepaskan suatu warisan yang belum
terbuka, ataupun untuk menentukan suatu syarat dalam perjanjian mengenai
warisan itu, sekalipun dengan persetujuan orang yang akan meninggalkan warisan
yang menjadi pokok persetujuan itu, hal ini tidak mengurangi ketentuan
pasal-pasal 169, 176, dan 178.
4.
Suatu Sebab yang Tidak Terlarang.
Pasal
1335
Suatu
persetujuan tanpa sebab, atau dibuat berdasarkan suatu sebab yang palsu atau
yang terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan.
Pasal
1336
Jika tidak
dinyatakan suatu sebab, tetapi memang ada sebab yang tidak terlarang, atau jika
ada sebab lain yang tidak terlarang selain dan yang dinyatakan itu, persetujuan
itu adalah sah.
Pasal
1337
Suatu sebab
adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab
itu bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum.
DAFTAR
PUSTAKA
HS, Salim. 2008. Pengantar Hukum
Perdata Tertulis (BW). Jakarta: Sinar Grafika
--. 2010. KUH Perdata (Burgerlijk
Wetboek). Pustaka Mahardika
Pembagian
tugas kelompok:
1. Nur Arifah Margiyanti (12402241037)
ü
Membuat makalah dari hasil rangkuman
ü
Editing
makalah
2. Verida Indri S (12402241038)
ü
Mencari referensi KUH Perdata ; Burgerlijk
Wetboek
ü
Merangkum pasal-pasal mengenai syarat
sahnya perjanjian
ü
Menyaring rangkuman untuk bahan
presentasi dari KUH Perdata
3. Zulvita Qomariana (12402241039)
ü Membuat
PPt Presentasi
ü Menyaring
bahan presentasi
4. Suci Ika F (12402241040)
ü Mencari
referensi Salim HS ; Pengantar Hukum Perdata Tertulis
ü Merangkum
materi dari Salim HS ; Pengantar Hukum Perdata Tertulis
ü Menyaring
rangkuman untuk bahan presentasi dari Salim HS ; Pengantar Hukum Perdata
Tertulis
5. Putri Noor Indah L (12402241042)
ü Merangkum
materi syarat sahnya perjanjian dari KUH Perdata
ü Menyaring
bahan presentasi
6. Andi Nawi (12402241043)
ü Menambah
materi makalah dan menyaring konten makalah
ü Editing makalah
terkait keseuaian dengan tema
SYARAT-SYARAT
SAH PERJANJIAN
Dosen Pengampu : Candra Dewi
Puspitasari, S.H, L.L.M.S
Disusun
oleh :
Nur
Arifah M (12402241037)
Verida
Indri S (12402241038)
Zulvita
Qomariana (12402241039)
Suci
Ika F (12402241040)
Putri
Noor Indah L (12402241042)
Andi
Nawi (12402241043)
KELAS A
PENDIDIKAN
ADMINISTRASI PERKANTORAN
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
NEGERI YOGYAKARTA
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar