Rabu, 05 November 2014

SYARAT SAH PERJANJIAN

Syarat-syarat sahnya perjanjian (HS, Salim. 2008. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Jakarta: Sinar Grafika).
Di dalam Hukum Kontrak (Law of Contract) Amerika ditentukan empat syarat sahnya perjanjian, yaitu:
1.      Adanya offer (penawaran) dan acceptance (penerimaan)
2.      Metting of minds (persesuaian kehendak)
3.      Konsiderasi (prestasi)
4.      Component legal parties (kewenangan hukum para pihak) dan legal subject matter (pokok persoalan yang sah)
Sedangkan di dalam buku Eropa Kontinental, syarat sahnya perjanjian diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata atau Pasal 1365 Buku IV NBW (BW Baru) Belanda Pasal 1320 KUH Perdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian, seperti berikut ini:
1.      Adanya kesepakatan (toesteming/izin) kedua belah pihak
Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah penersesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Yang menjadi pertanyaan adalah “Kapan momentum terjadinya persesuaian pernyataan kehendak tersebut?”
Ada empat teori yang menjawab momentum terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, sebagai berikut:
a.       Teori ucapan (utingstheorie)
Menurut teori ucapan, kesepakatan (toesterning) terjadi pada saat pihak yang menerima penawaran itu menyatakan bahwa ia menerima penawaran itu. Jadi, dilihat dari phak yang menerima, yaitu pada saat baru menajtuhkan ballpoint untuk menyatakan menerima, kesepakatan sudah terjadi. Kelemahan teori ini adalah sangat teoretis karena dianggap terjadinya kesepakatan secara otomatis
b.      Teori pengiriman (verzendtheorie)
Menurut teori pengiriman, kesepakatan terjadi apabila pihak yang menerima penawaran mengirimkan telegram. Kritik terhadap teori ini, bagaimana hal itu bisa diketahui. Bisa saja, walau sudah dikirim tetapi tidak diketahui oleh pihak yang menawarkan. Teori ini juga sangat teoretis, dianggap terjadinya kesepakatan secara otomatis.


c.       Teori pengetahuan (vernemingstheorie)
Teori pengetahuan berpendapat bahwa kesepakatan terjadi apabila pihak yang menawarkan itu mengetahui adanta acceptatie (penerimaan), tetapi penerima itu belum diterimaanya (tidak diketahui secara langsung). Kritik terhadap teori ini, bagaimana ia mengetahui isi penerimaan itu apabilaia belum menerimanya.
d.      Teori penerimaan (ontvangstheorie)
Menurut teori penerimaan, bahwa teosteming terjadi pad saat pihak yang menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan.
Didalam hukum positif Belanda, juga diikuti yurisprudensi, maupun doktrin, teori yang dianut adalah teori pengetahuan (vernemingstheorie) dengan sedikit koreksi dari ontvangstheorie (teori penerimaan). Maksudnya penerapan teori pengetahuna tidak secara mutlak. Sebab lalu lintas hukum menghendaki gerak cepat dan tidak menghendaki formalitas yang kaku, sehingga vernemingstheorie yang dianut. Karena jika harus menunggu sampai mengetahui secara langsung adanya jawaban dari pihak lawan (ontvangstheorie) diperlukan waktu yang lama.
Pada uraian terdahulu sudah dijelaskan bahwa momentum terjadinya perjanjian, yaitu pada saat terjadinya persesuaian antara pernyataan dan kehendak antara debitor dan kreditor. Namun ada kalanya tidak ada persesuaian antara pernyataan dan kehendak.
Ada tiga teori yang menjawab tentang ketidaksesuaian antara kehendak dan pernyataan, yaitu teori kehendak, teori pernyataan dan teori kepercayaan (Van Dunne 1987: 108-109). Ketiga teori ini dikemukakan sebagai berikut ini:
a.       Teori kehendak
Menurut teori kehendak, bahawa perjanjian itu terjadi apabila ada persesuaian antara kehendak dan pernyataan. Apabila terjadi ketidak wajaran, kehendaklah yang menyebabkan terjadinya perjanjian. Kelemahan teori ini menimbulkan kesulitan apabila tidak ada persesuaian antara kehendak dan pernyataan
b.      Teori pernyataan
Menurut teori ini, kehendak merupakan proses batiniah yang tidak diketahui orang lain. Akan tetapi yang menyebabkan terjadinya perjanjian adalah pernyataan. Jika terjadi perbedaan antara kehendak dan pernyataan mka perjanjian tetap terjadi. Dalam prakteknya, teori ini menimbulkan kesulitan-kesulitan, seperti contoh bahwa apa yang dinyatakan berbedadenganyang dikehendaki. Misalnya A menyatakan Rp. 500.000,00 tetapi yang dikehendaki Rp. 50.000,00.

c.       Teori kepercayaan
Menurut teori ini, tidak setiap pernyataan menimbulkan perjanjian tetapi pernyataan yang menimbulkan kepercayaan saja yang menimbulkan perjanjian. Kepercayaan dalam arti bahwa kepercayaan itu sulit dinilai.
Ada tiga alternatif pemecahan dari kesulitan yang dihadapi ketiga teori diatas. Ketiga alternatif tersebut, seperti berikut ini:
a.       Dengan memepertahankan teori kehendak, yaitu menganggap perjanjian itu terjadi apabila tidak ada persesuaian antara kehendak dan pernyataan. Pemecahannya: akan tetapi pihak lawan berhak mendapat ganti rugi, karena pihak lawan mengharapkannya.
b.      Dengan tetap berpegang pada teori kehendak, hanya dalam pelaksanaannya kurang ketat, yaitu dengan menganggap kehendak itu ada.
c.       Penyelesaiannya dengan melihat pada perjanjian baku (standart contract), yaitu suatu perjanjian yang didasarkan kepada keetentuan umum didalamnya. Biasanya perjanjian dituangkan dalam bentuk formulir (Mertokusumo, 1987:2).
2.      Kecakapan bertindak
 Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang-orang yang cakap dan wewenang untuk melakukan perbuatan hukum sebagaimana yang ditentukan oleh UU. Orang yang cakap/wenang untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa. Ukuran kedewasaan adalah telah berumur 21 tahun dan atau sudah kawin. Orang yang tidak berwenang untuk melakukan perbuatan hukum:
a.       Anak dibawah umur (minderjarigheid)
b.      Orang yang ditaruh di bawah pengampunan, dan
c.       Istri (Pasal 1330 KUH Perdata), tetapi dalam perkembangannya istri dapat melakukan perbuatan hukum sebagaimana yang diatur dalam Pasal 31 UU nomor 1 Tahun 1974 jo. SEMA No. 3 Tahun 1963
3.      Adanya objek perjanjian (onderweep der overeenskomst)
Di dalam berbagai literatur bahwa yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian). Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitor dan apa yang menjadi hak kreditor (Yahya Harahap, 1986: 10; Mertokusumo, 1987: 36). Prestasi ini terdiri dari perbuatan positif dan negatif. Prestasi terdiri atas:  (1) Memberikan sesuatu, (2) Berbuat sesuatu, dan (3) Tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 KUH Perdata). Misalnya, jual beli rumah. Yang menjadi prestasi/ pokok perjanjian adalah menyerahkan hak milik atas rumah itu dan menyerahkan uang dari harga pembelian rumah itu. Contoh lainnya, dalam perjanjian kerja, maka yang menjadi pokok perjanjian adalah melakukan pekerjaan dan membayar upah. Prestasi itu harus dapat ditentukan, dibolehkan, dimungkinkan, dan dapat dinilai dengan uang. Dapat ditentukan artinya, di dalam mengadakan perjanjian, isi perjanjian harus dipaastikan dalam arti dapat ditentukan secara cukup. Misalnya, A memebeli lemari B dengan harga RP. 500.000,00. Ini berati bahwa objeknya itu adalaah lemari, bukan benda lainnya.
4.      Adanya causa yang halal (geoorloofde oorzaak)
Dalam Pasal 1320 KUH Perdata tidak dijelaskan pengertian oorzaak (causa yang halal). Di dalam Pasal 1337 KUH Perdata hanya disebutkan causa yang terlarang. Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan UU, kesulitan, dan ketertiban umum. Hoge Raad sejak tahun 1927 mengartikan orzaak sebagai sesuatu yang menjadi tujuan para pihak. Contoh, A menjual sepeda motor kepada B, tetapi sepeda motor yang dijual oleh A adalah barang hasil curian. Jual beli seperti itu tidak mencapai tujuan dari pihak B karena B menginginkan barang yang dibelinya itu barang yang sah. Syarat yang pertama dan kedua disebut syarat subjektif karena menyangkut pihak-pihak yang mengadakn perjanjian, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat objektif karena menyangkut objek perjanjian. Apabila syarat pertama dan syarat kedua tidak terpenuhi, maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Artinya bahwa salah satu pihak dapat mengajukan kepada pengadilan untuk membatalkan perjanjian yang disepakatinya, tetapi apabila para pihak tidak ada yang keberatan, maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya bahwa dari semula perjanjian itu dianggap tidak ada.











SYARAT-SYARAT TERJADINYA SUATU
PERSETUJUAN YANG SAH
(KUH Perdata / Burgerlijk Wetboek)

Pasal 1320
            Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat:
1.      Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya
2.      Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3.      Suatu pokok persoalan tertentu
4.      Suatu sebab yang tidak terlarang

Lebih lanjut dijelaskan dalam pasal berikutnya mengenai empat syarat yang harus dipenuhi.
1.      Kesepakatan Mereka yang Mengikatkan Dirinya.

Pasal 1321
Tiada suatu persetujuan pun mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan.

Pasal 1322
Kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu persetujuan, kecuali kekhilafan itu terjadi mengenai hakikat barang yang menjadi pokok persetujuan. Kekhilafan tidak mengakibatkan kebatalan, jika kekhilafan itu hanya terjadi mengenai diri orang yang dengannya seseorang bermaksud untuk mengadakan persetujuan, kecuali jika persetujuan itu diberikan terutama karena diri orang yang bersangkutan.

Pasal 1323
Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang mengadakan suatu persetujuan mengakibatkan batalnya persetujuan yang bersangkutan, juga bila paksaan itu dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak berkepentingan dalam persetujuan yang dibuat ini.

Pasal 1324
Paksaan terjadi, bila tindakan itu sedemikian rupa sehingga memberi kesan dan dapat menimbulkan ketakutan pada orang yang berakal sehat, bahwa dirinya, orang-orangnya, atau kekayaannya, terancam rugi besar dalam waktu dekat. Dalam pertimbangan hal tersebut, harus diperhatikan usia, jenis kelamin dan kedudukan orang yang bersangkutan.

Pasal 1325
Paksaan menjadikan suatu persetujuan batal, bukan hanya bila dilakukan terhadap salah satu pihak yang membuat persetujuan, melainkan juga bila dilakukan terhadap suami atau istri atau keluarganya dalam garis ke atas maupun ke bawah.

Pasal 1326
Rasa takut karena hormat kepada bapak, ibu atau keluarga lain dalam garis ke atas, tanpa disertai kekerasan, tidak cukup untuk membatalkan persetujuan.

Pasal 1327
Pembatalan suatu persetujuan berdasarkan paksaan tidak dapat dituntut lagi, bila setelah paksaan berhenti persetujuan itu dibenarkan, baik secara tegas maupun secara diam-diam, atau jika telah dibiarkan lewat waktu yang ditetapkan oleh undang-undang untuk dapat dipulihkan seluruhnya ke keadaan sebelumnya.

Pasal 1328
Penipuan merupakan suatu alasan untuk membatalkan suatu persetujuan, bila penipuan yang dipakai oleh salah satu pihak adalah sedemikian rupa, sehingga nyata bahwa pihak yang lain tidak akan mengadakan perjanjian itu tanpa adanya tipu muslihat. Penipuan tidak dapat hanya dikira-kira, melainkan harus dibuktikan.

2.      Kecakapan untuk Membuat suatu Perikatan.

Pasal 1329
Tiap orang berwenang untuk membuat perikatan, kecuali jika dinyatakan tidak cakap untuk hal itu.



Pasal 1330
Yang tak cakap untuk membuat persetujuan adalah;
1.      anak yang belum dewasa;
2.      orang yang ditaruh di bawah pengampuan;
3.      perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang dan pada umumnya semua orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan tertentu.

Pasal 1331
Oleh karena itu, orang-orang yang dalam pasal yang lalu dinyatakan tidak cakap untuk membuat persetujuan, boleh menuntut pembatalan perikatan yang telah mereka buat dalam hal kuasa untuk itu tidak dikecualikan oleh undang-undang. Orang-orang yang cakap untuk mengikatkan diri, sama sekali tidak dapat mengemukakan sangkalan atas dasar ketidakcakapan seorang anak-anak yang belum dewasa, orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan dan perempuan-perempuan yang bersuami.

3.      Suatu Pokok Persoalan Tertentu.

Pasal 1332
Hanya barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok persetujuan.

Pasal 1333
Suatu persetujuan harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang sekurang-kurangnya ditentukan jenisnya. Jumlah barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung.

Pasal 1334
Barang yang baru ada pada waktu yang akan datang, dapat menjadi pokok suatu persetujuan. Akan tetapi seseorang tidak diperkenankan untuk melepaskan suatu warisan yang belum terbuka, ataupun untuk menentukan suatu syarat dalam perjanjian mengenai warisan itu, sekalipun dengan persetujuan orang yang akan meninggalkan warisan yang menjadi pokok persetujuan itu, hal ini tidak mengurangi ketentuan pasal-pasal 169, 176, dan 178.

4.      Suatu Sebab yang Tidak Terlarang.

Pasal 1335
Suatu persetujuan tanpa sebab, atau dibuat berdasarkan suatu sebab yang palsu atau yang terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan.

Pasal 1336
Jika tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi memang ada sebab yang tidak terlarang, atau jika ada sebab lain yang tidak terlarang selain dan yang dinyatakan itu, persetujuan itu adalah sah.
Pasal 1337
Suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum.



DAFTAR PUSTAKA

HS, Salim. 2008. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Jakarta: Sinar Grafika

--. 2010. KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek). Pustaka Mahardika





Pembagian tugas kelompok:
1.      Nur Arifah Margiyanti (12402241037)
ü  Membuat makalah dari hasil rangkuman
ü  Editing makalah
2.      Verida Indri S   (12402241038)
ü  Mencari referensi KUH Perdata ; Burgerlijk Wetboek
ü  Merangkum pasal-pasal mengenai syarat sahnya perjanjian
ü  Menyaring rangkuman untuk bahan presentasi dari KUH Perdata
3.      Zulvita Qomariana                    (12402241039)
ü  Membuat PPt Presentasi
ü  Menyaring bahan presentasi
4.      Suci Ika F                                (12402241040)
ü  Mencari referensi Salim HS ; Pengantar Hukum Perdata Tertulis
ü  Merangkum materi dari Salim HS ; Pengantar Hukum Perdata Tertulis
ü  Menyaring rangkuman untuk bahan presentasi dari Salim HS ; Pengantar Hukum Perdata Tertulis
5.      Putri Noor Indah L                   (12402241042)
ü  Merangkum materi syarat sahnya perjanjian dari KUH Perdata
ü  Menyaring bahan presentasi
6.      Andi Nawi                                (12402241043)
ü  Menambah materi makalah dan menyaring konten makalah
ü  Editing makalah terkait keseuaian dengan tema


SYARAT-SYARAT SAH PERJANJIAN
Dosen Pengampu : Candra Dewi Puspitasari, S.H, L.L.M.S

Description: logo_uny.gif

Disusun oleh :
Nur Arifah M                       (12402241037)
Verida Indri S                      (12402241038)
Zulvita Qomariana                (12402241039)
Suci Ika F                             (12402241040)
Putri Noor Indah L              (12402241042)
Andi Nawi                             (12402241043)

KELAS A
PENDIDIKAN ADMINISTRASI PERKANTORAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar